Sejarah Aliran Developmentalisme
Paham Developmentalisme berkembang pada
abad 19. Aliran ini memandang proses pendidikan sebagai suatu proses
perkembangan jiwa, maka aliran ini disebut juga sebagai aliran psikologis dalam
pendidikan. Tokoh aliran ini adalah Pestalozzi, Johan Fredrich Herbart,
Fredrich Wilhelm Frobel dan Stanley Hall. Menurut Pestalozzi tujuan pendidikan
adalah meningkatkan derajat sosial seluruh umat manusia, untuk itu dikembangkan
semua aspek individualnya yaitu otak, tangan dan hati mereka. Menurut Herbart,
tujuan pendidikan adalah membentuk watak susila, melalui pengembangan minat
seluas-luasnya. Minat anak dikembangkan lewat pengajaran agar memperoleh
pengetahuan, sehingga anak mau melakukan sesuatu.
Tujuan pendidikan Frobel adalah
mengembangkan semua potensi pada anak itu agar menjadi aktual dan agar berhasil
baik dibutuhkan kreativitas anak untuk mengembangkan dirinya. Tujuan pendidikan
Stanly Hall adalah mengembangkan semua kekuatan yang ada sehingga memperoleh
kepribadian yang harmonis. Menurut Stanly kehidupan fisik dan mental berjalan
paralel, tingkat perkembangan mental anak mengikuti tingkat perkembangan jenis
manusia.
Sejarah mengenai developmentalisme di
awali pasca perang dunia kedua,
Negara-negara berkembang menjadi ladang pertempuran ideologis antara sosialisme
dengan liberalisme. Sosialisme tumbuh subur dan liberalisme mulai kehilangan
eksistensi. Di Indonesia, tumbuh suburnya sosialisme ditandai dengan kedekatan
rezim orde lama dengan petinggi Partai Komunis Indonesia yang saat itu menganut
aliran sosialisme garis keras. Indonesia juga mendeklarasikan poros
Jakarta-peking dan memasukan ideologi sosialisme kedalam ideologi dasar negara.
Para pakar sejarah ilmu politik mengenalnya dengan ideologi NASAKOM.
Lengesernya presiden soekarno dan
tumbuhnya rezim orde baru merupakan sebuah awal kemenangan bagi
developmentalisme di Indonesia. Rezim orde baru sangat bersahabat dengan ideologi developmentalisme
ini. Dengan dirangkulnya ideologi ini, orde baru bermaksud merupah Indonesia
menjadi sebuah Negara maju, selayaknya jepang yang maju karena mengadopsi
secara total ideologi ini.[1]
Karena bertujuan untuk memodernisasikan
masyarakat dan segala aspek kehidupan yang berjalan bersamaan dengannya,
developmentalisme seringkali berkontradiksi dengan tradisionalitas. Hingga saat
ini, beberapa petani menolak untuk mengadopsi ideologi tersebut. Hal itu
dikarenakan indikator kemajuan yang ditawarkan oleh developmentalisme ternyata
bertolak-belakang dengan nilai-nilai sosial-budaya yang telah masyarakat pegang
teguh selama berabad-abad.
[1]
Mansour Fakih. 2009. Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi. Pustaka
Pelajar: Yogyakarta. Hal 200.