Secara etimologis istilah
“simbol” diserap dari kata symbol dalam bahasa Inggris yang
berakar pada kata symbolicum dalam bahasa Latin. Sementara
dalam bahasa Yunani kata symbolon dan symballo, yang
juga menjadi akar kata symbol, memiliki beberapa makna
generik, yakni “memberi kesan”, “berarti”, dan “menarik”. Dalam Sejarah
pemikiran, simbol memiliki dua pengertian yang sangat berbeda.
Dalam pemikiran dan praktik keagamaan, simbol lazim dianggap sebagai pancaran
Realitas Transenden. Dalam sistem pemikiran logika dan ilmiah,
lazimnya istilah simbol dipakai dalam arti tanda abstrak.
Dalam beberapa
pengertian “simbol” diartikan sebagai berikut:
- Simbol
adalah sesuatu yang biasanya merupakan tanda yang terlihat yang
menggantikan gagasan atau objek,
- Simbol
adalah kata, tanda, atau isyarat, yang digunakan untuk mewakili sesuatu
yang lain seperti arti, kualitas, abstraksi, gagasan, dan objek,
- Simbol
adalah apapun yang diberikan arti dengan persetujuan umum dan atau dengan
kesepakatan atau kebiasaan,
- simbol
sering diartikan secara terbatas sebagai tanda konvensional, sesuatu yang
dibangun oleh masyarakat atau individu dengan arti tertentu yang kurang
lebih standar dan disepakati atau dipakai anggota masyarakat itu sendiri.
Arti simbol dalam konteks ini sering dilawankan dengan tanda ilmiah.[1]
Dalam peristilahan modern
sering kali setiap unsur dari suatu sistem tanda-tanda disebut simbol.
Dengan demikian orang berbicara tentang logika simbolik. Dalam arti yang tepat
simbol dapat dipersamakan dengan citra (image) dan menunjuk pada suatu tanda
indrawi dan realitas supraindrawi. Tanda-tanda indrawi, pada dasarnya, memiliki
kecenderungan tertentu untuk menggambarkan realitas supraindrawi. Dalam suatu
komunitas tertentu tanda-tanda indrawi langsung dapat dipahami. Misalnya sebuah
tongkat melambangkan wibawa tertinggi. Apabila sebuah objek tidak dapat
dimengerti secara langsung dan penafsiran objek tersebut tergantung pada
proses-proses pikiran rumit, maka orang akan lebih suka berbicara secara
alegoris.[2]